Breaking

LightBlog

Sejarah MAKMEUGANG - Tradisi Aceh

Aceh punya tradisi unik yang tak ada di daerah lain dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Tradisi yang diperingati dua atau sehari jelang puasa ini namanya makmeugang atau meugang; membeli daging, memasak dan memakannya bersama keluarga.

Warga berbondong-bondong ke pasar untuk beli daging, kemudian membawa pulang ke rumah. Gantungan daging yang sudah disembelih, berjejer pada kayu di lapak-lapak penjual daging yang khusus hari ini tumbuh menjamur di sejumlah titik. Pemandangan unik ini bisa dijumpai diseluruh pelosok. Tak heran bila saat meugang aktivitas sebagian warga lumpuh, karena mereka larut dengan tradisi yang sudah turun temurun ini.

Bagi masyarakat Aceh, meugang tanpa membeli daging belum lengkap. Meski harga melonjak drastis saat meugang, lapak penjual daging tetap dikerumuni pembeli. Setiap keluarga biasanya membeli satu hingga tiga kilogram daging untuk disantap bersama.

Orang kaya biasanya membeli daging dalam jumlah banyak, kemudian membagikan kepada anak yatim atau tetangganya yang miskin. Bagi pria baru menikah, akan jadi aib kalau meugang tak membawa pulang daging ke rumah mertuanya. Sebaliknya akan menjadi kebanggaan keluarga, kalau ia membawa pulang kepala sapi atau kerbau.



 

Daging menjadi menu utama sebagai lauk nasi yang disantap bersama keluarga pada saat meugang. Menu daging yang dimasak secara tradisional seperti sie reuboh (daging rebus) di Aceh Besar dan sie puteh (daging putih) di Pidie sangat mudah dijumpai di rumah-rumah.

Di pedesaan yang adatnya masih kuat, orangtua akan melarang anak-anaknya bermain ke rumah tetangga atau sekolah pada hari meugang. Mereka wajib makan di rumah.

Meugang bukan hanya diperingati menjelang Ramadhan. Sehari jelang Idul Fitri dan Idul Adha, tradisi ini tetap dilakoni warga Aceh. Tapi meugang puasa selalu lebih meriah, karena Ramadhan punya arti sendiri bagi masyarakat Serambi Mekkah.


Menurut riwayat meugang pertama sekali diperingati pada masa Kerajaan Aceh Darussalam dipimpin Sultan Iskandar Muda yang berkuasa tahun 1607-1636 M. Istilah makmeugang diatur dalam Qanun Meukuta Alam Al Asyi atau Undang-Undang Kerajaan.

Kerjaaan memerintah perangkat desa mendata warga miskin, kemudian diverifikasi oleh lembaga resmi (Qadhi) kesultanan untuk memilih yang layak menerima daging. Sultan kemudian memotong banyak ternak, dagingnya dibagikan kepada mereka secara gratis. “Ini sebagai wujud rasa syukur atas kemakmuran kerajaan, raja mengajak rakyatnya ikut bergembira menyambut puasa,

Ketika Belanda menginvasi Aceh sejak 1873, kerajaan kalah dan bangkrut. Rakyat Aceh tetap memperingati tradisi dengan membeli sendiri daging. Tradisi ini bertahan hingga kini. “Meugang memiliki makna ganda. Selain silaturrahmi juga sebagai wujud rasa gembira menyambut bulan suci.”


sumber

No comments:

Post a Comment

LightBlog